Shalahuddin Al-Ayyubi : Kemenangan Besar Dimulai dari Hati yang Bersih
- redaksiazzukhruf
- May 9
- 2 min read

Dalam sejarah Islam, nama Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi simbol kejayaan, keberanian, dan kemuliaan akhlak. Ia bukan hanya seorang panglima perang yang berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan pasukan salib, tapi juga seorang pemimpin yang lembut, adil, dan sangat mencintai umat. Ia bukan hanya ditakuti musuh, tapi juga dihormati oleh mereka karena akhlaknya yang luhur.
Shalahuddin bukan dilahirkan di istana. Ia tumbuh sebagai anak biasa dari keluarga Kurdi yang sederhana. Namun sejak muda, ia dikenal sebagai sosok yang taat beribadah, mencintai ilmu, dan menjauhi maksiat. Ia tidak menghabiskan waktunya dalam kesenangan dan kemewahan, padahal saat itu ia sudah dekat dengan kekuasaan. Shalahuddin percaya bahwa kemenangan terbesar bukan dimulai dari pedang, tapi dari diri yang bersih dari hati yang tunduk kepada Allah.
Saat ia memimpin pasukan dalam Perang Salib, banyak yang menyangka ia akan menjadi pemimpin keras, kejam, dan pendendam. Namun yang terjadi sebaliknya. Ketika akhirnya Yerusalem berhasil direbut, tidak satu pun nyawa penduduk sipil yang dizalimi. Ia melindungi wanita, anak-anak, dan bahkan memberikan kesempatan kepada musuh-musuhnya untuk pergi dengan damai. Inilah kekuatan Islam yang sesungguhnya: menang tanpa merendahkan, kuat tapi tetap memanusiakan.
Yang membuat kisah Shalahuddin sangat relevan hari ini adalah prinsip yang ia pegang: menjaga hati di tengah kekuasaan, dan tetap rendah hati di tengah kemenangan. Bukankah banyak dari kita hari ini mudah sombong hanya karena sedikit pencapaian? Atau mudah putus asa karena satu kegagalan? Shalahuddin mengajarkan bahwa harga diri tidak diukur dari dunia, tapi dari kedekatan kita dengan Allah.
Di zaman penuh fitnah ini, kita mungkin tidak sedang mengangkat pedang seperti Shalahuddin. Tapi kita sedang berperang juga melawan ego, melawan kemalasan, melawan hawa nafsu yang sering membisikkan untuk menyerah. Kita butuh jiwa yang tangguh, seperti Shalahuddin. Kita butuh pemimpin yang bersih hatinya, seperti dia. Dan kita butuh anak muda yang tidak hanya pintar, tapi juga punya arah hidup yang jelas menuju ridha Allah.
Bahkan hingga wafatnya, Shalahuddin meninggalkan dunia tanpa banyak harta. Padahal ia bisa saja hidup dalam kemewahan. Tapi ia memilih akhirat. Dan karena itulah namanya harum sepanjang zaman, dikenang bukan karena kekayaannya, tapi karena jiwanya yang mulia.
Di tengah dunia yang makin individualistis, penuh kemarahan dan konflik, kisah Shalahuddin adalah cahaya. Bahwa kemenangan sejati bukan soal menang debat atau viral di media sosial. Tapi soal hati yang bersih, niat yang lurus, dan keberanian untuk berdiri di jalan kebaikan, bahkan ketika harus sendirian. (Rahma)
Comments